Stratifikasi Sosial Masyarakat Jepang – Warisan budaya leluhur yang mengutamakan hidup kedamaian dengan alam mengajarkan generasi Jepang dewasa ini untuk senantiasa memelihara alam dalam keseimbangan. Ajaran ini lahir dari rasa keinginan hidup tenang dengan keselarasan alam dan manusia yang saling berinteraksi.
Pada awal kebudayaan jaman Yayoi, interaksi dengan alam diwujudkan dengan pemeliharaan dan penyeimbangan segala makhluk hidup. Dalam proses interaksi antara manusia, diwujudkan dengan penegakan nilai-nilai moral untuk saling memahami satu sama lainnya. Kemudian setelah masuknya agama Budha sekitar abad ke-6, hubungan antar manusia tidak sekedar mengacu pada alam saja, tetapi juga kesinambungan antara manusia dengan manusianya. Lalu dalam perkembangan berikutnya sistem stratifikasi semakin jelas, terutama setelah masuknya sistem pemerintahan Bakufu (pemerintahan yang dijalankan dari tenda, pada saat itu sistem komando dipegang oleh seorang jendral daiitai shogun yang berada di medan perang). Pemerintahan ini berlangsung sejak jaman Kamakura (1185-1336). Pada Jaman ini golongan sosial bangsa Jepang dibagi dalam empat golongan yang dikenal sebagai shinoukoshou, yaitu:
- Shi berasal dari kata bushi (golongan militer).
- Nou berasal dari kata noumin (golongan petani).
- Kou berasal dari kata kouin (golongan pegawai).
- Shou berasal dari kata shounin (pedagang).
Kouin dan shounin walaupun dianggap sebagai golongan yang berkasta rendah, namun pada masa pemerintahan setelah jaman Meiji (1868) menjadi golongan yang paling berpengaruh karena sangat berperan dalam kemajuan perdagangan dan kemampuan bangsa Jepang.
Menurut Chie Nakane dalam bukunya Masyarakat Jepang, hubungan antar manusia di Jepang umumnya menganut asas hubungan vertikal. Struktur masyarakat Jepang yang menggunakan hubungan atas-bawah ini sangat mempengaruhi sikap, tindakan, kebiasaan dan etos kerja bangsa Jepang. Hubungan tersebut dapat digambarkan melalui konsepsi berikut:
1. Hubungan Oyabun-Kobun (bapak dan anak)
Prinsip hubungan Bapak dan Anak, menejer dan bawahan, bos dan anak buah, penguasa dan rakyat, ini mengandung filosofi pengayom dan orang yang diayomi, pelindung dan yang dilindungi. Konsepsi Oyabun-Kobun ini diterapkan dalam kerjasama perusahaan yang saling menguntungkan. Sebuah perusahaan besar akan memelihara perusahaan kecil, demikian juga perusahaan kecil akan menyediakan kebutuhan perusahaan besar.
Di Jepang dikenal istilah sogo sosha, yaitu perusahaan-perusahaan besar yang memiliki anak perusahaan yang hubungannya saling ketergantungan. Misalnya perusahaan besar yang memproduksi televisi, maka mengambil barang-barang komponen kecilnya dari perusahaan lain atau anak perusahaan yang memproduksi komponen tersebut, kebutuhan akan komponen itu sama sekali tidak mengimpor dari negara lain. Maka tak heran jika perusahaan Jepang di mana pun selalu bisa bertahan dalam menghadapi krisis, karena adanya keterikatan integral antar perusahaan besar dengan perusahaan kecil.
2. Hubungan Senpai-Kohai (senior dan yunior)
Hubungan senioritas bagi orang Jepang adalah sesuatu yang harus dipertahankan demi menjaga dan memelihara kepatuhan, penghormatan , dan disiplin kerja. Senioritas tidak dimaknai sebagai arogansi terhadap yunior, melainkan sebagai pembelajaran yang harus dipatuhi secara moral. Sistem hubungan ini tidak membatasi usia melainkan siapa yang lebih dulu memahami nilai pekerjaan itu, maka akan dihormati sebagai senior.
3. Orientasi tanggung jawab kelompok
Jenis interaksi ini mungkin lebih tepat bersifat integritas horizontal, artinya kekuasaan dan tanggung jawab tidak berada pada satu orang saja. Tanggung jawab dijunjung sebagai jabatan fungsional atau status sosial dalam masyarakat. Dalam perusahaan, hubungan ini melahirkan etos kerja bahwa adanya hasrat untuk melakukan semua pekerjaan sesuai dengan keahlian, kemampuan masing-masing secara proporsional, the man on the right job.
Jenis Stratifikasi Sosial Masyarakat Jepang
Stratifikasi sosial masyarakat Jepang merujuk pada hierarki atau pembagian lapisan-lapisan dalam masyarakat berdasarkan faktor-faktor seperti status sosial, pendidikan, pekerjaan, dan faktor lainnya. Meskipun Jepang dikenal dengan sikap egaliter dan budaya yang menghargai kesetaraan, tetapi ada juga beberapa bentuk stratifikasi sosial yang dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Berikut adalah beberapa contoh dan komponen dari Stratifikasi sosial masyarakat Jepang:
- Status Pekerjaan: Pekerjaan memiliki peran yang signifikan dalam stratifikasi sosial di Jepang. Orang yang bekerja dalam perusahaan besar atau memiliki pekerjaan profesional sering dianggap memiliki status yang lebih tinggi daripada mereka yang bekerja dalam pekerjaan yang lebih rendah dalam hierarki pekerjaan.
- Pendidikan: Tingkat pendidikan juga memengaruhi stratifikasi sosial. Individu dengan pendidikan tinggi memiliki peluang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan memiliki akses ke kesempatan-kesempatan sosial yang lebih baik.
- Status Keluarga: Keluarga dan latar belakang sosial juga dapat memengaruhi status seseorang dalam masyarakat Jepang. Anak-anak dari keluarga yang memiliki status sosial yang tinggi cenderung memiliki akses yang lebih baik terhadap pendidikan dan peluang pekerjaan.
- Umur dan Pengalaman Kerja: Stratifikasi sosial juga dapat tercermin dalam pengalaman kerja dan usia. Orang yang lebih tua atau yang memiliki pengalaman kerja yang lebih lama sering dihormati dan dihargai atas kontribusi mereka.
- Gender: Meskipun Jepang telah mengalami kemajuan dalam kesetaraan gender, namun ketidaksetaraan gender masih ada di berbagai aspek. Wanita sering menghadapi kesulitan dalam naik ke tingkat kepemimpinan dalam dunia bisnis dan politik.
- Kelas Sosial: Meskipun Jepang tidak memiliki sistem kelas sosial yang eksplisit seperti beberapa negara Eropa, tetapi ada perbedaan dalam pendapatan dan akses terhadap kesempatan yang dapat menciptakan perbedaan kelas dalam masyarakat.
- Kota dan Pedesaan: Terdapat juga perbedaan dalam stratifikasi antara kota besar dan pedesaan. Kota besar seperti Tokyo sering dianggap sebagai pusat ekonomi dan budaya yang memberikan akses lebih besar terhadap peluang sosial dan pekerjaan.
Sekian pembahasan mengenai Stratifikasi sosial masyarakat Jepang. Semoga bermanfaat.