Masyarakat JepangJepang

Mengenal Etos Kerja Bangsa Jepang

etos kerja bangsa jepang

Motto klasik sebagai etos kerja bangsa jepang – Keberhasilan semua perusahaan Jepang tidak terlepas dari etos kerja sebagai motto klasik dan filosofi hidup masa lalu. Gaya manajerial yang khas dapat membedakannya dengan gaya yang diterapkan di Barat. Kebiasaan perusahaan termasuk sikap pelayanan semua karyawan umumnya lahir dari sejarah yang mempengaruhinya. Dalam sistem manajerial perusahaan Jepang berlaku etos kerja ajaran Onko chishin, yang artinya memelihara dan menghormati ajaran dan kebiasaan lama secara turun-temurun akan membantu seseorang untuk memahami sesuatu yang baru, itu sebabnya ada yang mengatakan bahwa orang Jepang memiliki pemikiran barat tapi hati ketimuran, pola pikir yang modern namun diimbangi prilaku tradisional.

Sistem manajerial perusahaan-perusahaan Jepang sedikit banyaknya dipengaruhi oleh sejarah yang pernah dialaminya. Gaya atau ciri khas ini melahirkan budaya perusahaan yang pernah berlaku pada jaman feodal. Misalnya, menurut Watanabe Takeo, dalam bukunya Demystifying Japanese Management, dituliskan bahwa perusahaan Hitachi memiliki karakteristik yang diklasifikasikan sebagai perusahaan yang mengadaptasi karakter ronin, yaitu golongan samurai tak bertuan, mereka hidup tanpa ikatan, bebas sehingga hukum yang berlaku kepada mereka sama seperti kepada warga biasa, tidak ada keistimewaan atau perlakuan khusus sebagaimana pengakuan hukum bagi golongan ningrat pada masa itu.

Perusahaan Toshiba memiliki karakter samurai, yaitu prajurit yang berada di bawah kontrol penguasa. Samurai merupakan kelas tertinggi di antara kelas masyarakat Jepang pada jaman Edo. Berbeda dengan ronin, golongan samurai memiliki jaminan hidup. Sehingga kesejahteraah perusahaan terhadap karyawannya menjadi lebih diutamakan.

Lain lagi dengan perusahaan Mitsubishi, menurut Watanabe, perusahaan ini lebih memiliki karakter tonosama, yaitu karakter aristokrat yang condong kepada kekuasaan yang dipaksakan atau diktator. Para tonosama pada jaman Edo berkembang dari keluarga kaya raya, dan karena sifatnya pribadi maka segala urusan diputuskan berdasarkan putusan terpusat pada keluarga. Hal yang bisa dipelajari dari prinsip tonosama ini adalah ‘Kimi, kimi tarazutomo, Omi, omi tarazu bekarazu’, yang artinya, seorang atasan tetap saja atasan meskipun tidak hebat, dan jika ia seorang bawahan, maka ia harus menjadi seorang bawahan yang hebat mengabdi dengan benar kepada atasannya.

Read :  Apa itu Hataraki dan hatarakibachi? Konsep dan Pengertiannya

Sementara itu perusahaan Matsushita, menurut Watanabe lebih cenderung memiliki karakter chonin, yaitu kelas pedagang dan tukang yang ahli pada bidang tertentu atau bisa dibilang jasa tenaga ahli yang hidup di kota-kota besar. Chonin pada masa itu secara tidak langsung memiliki tugas melayani kebutuhan penduduk kota karena skill atau barang dagangan yang dimilikinya. Orientasi para pedagang dan jasa ahli itu adalah memberi kepuasan kepada konsumennya.

Kekonsistenan pola pikir dan budaya masa lalu mencerminkan keselarasan berpikir secara global dalam setiap perusahaan Jepang. Cara berpikir ini melahirkan etos kerja yang khas dalam sistem manajerial perusahaan karena senantiasa berproses dalam dinamika sosial dan budaya. Etos kerja ini adalah cerminan dari karakteristik masa lalu yang masih mengakar dalam diri orang Jepang, karakteristik itu antara lain;

  1. Etos kerja yang berkarakter wa, keharmonisan, ketenangan, dan kesahajaan.
  2. Etos kerja berkarakter bushido, semangat disiplin, kerja keras, dan pantang menyerah.
  3. Etos kerja Fukoku kyohei, prinsip negara kaya militer kuat, sebuah prinsip yang tertanam pada masa Jepang masih menganut sistem pemerintahan ke-Shogun-an.
  4. Etos kerja Wakon yosai, sebuah prinsip pemikiran konservatif-modern, moral Jepang pemikiran Barat.

Etos Kerja Bangsa Jepang Salaryman Culture

Etos kerja di Jepang, yang sering dikenal sebagai “salaryman culture,” merujuk pada budaya kerja yang sangat kompetitif, disiplin, dan berfokus pada tanggung jawab terhadap pekerjaan dan perusahaan. Etos kerja ini telah menjadi ciri khas dari dunia bisnis dan budaya Jepang, dan memiliki beberapa komponen kunci:

  1. Kerja Keras dan Dedikasi: Etos kerja Jepang menekankan pentingnya kerja keras dan dedikasi terhadap pekerjaan. Para pekerja sering bekerja berjam-jam dan bahkan lembur demi mencapai hasil yang terbaik.
  2. Komitmen Terhadap Perusahaan: Para pekerja di Jepang sering memiliki komitmen yang kuat terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka menganggap perusahaan sebagai bagian dari identitas mereka dan berusaha untuk berkontribusi secara signifikan.
  3. Pekerjaan Sebagai Tanggung Jawab: Etos kerja ini mengajarkan bahwa pekerjaan bukan hanya tentang mencari nafkah, tetapi juga tanggung jawab terhadap perusahaan, kolega, dan masyarakat. Para pekerja merasa bertanggung jawab untuk memberikan yang terbaik dalam pekerjaan mereka.
  4. Kedisiplinan: Disiplin merupakan unsur utama dalam etos kerja Jepang. Para pekerja diharapkan untuk tiba tepat waktu, mengikuti prosedur dengan seksama, dan mematuhi peraturan dengan ketat.
  5. Hierarki dan Kerjasama: Hierarki dalam tempat kerja sangat dihormati, dan kerjasama dalam tim dianggap penting. Para pekerja di berbagai tingkatan hierarki bekerja bersama untuk mencapai tujuan bersama.
  6. Kualitas dan Ketelitian: Etos kerja Jepang menekankan pentingnya kualitas tinggi dan ketelitian dalam pekerjaan. Baik dalam produksi barang maupun layanan, kualitas diutamakan.
  7. Pendekatan Jangka Panjang: Banyak pekerja Jepang mengadopsi pendekatan jangka panjang terhadap pekerjaan mereka dan berusaha untuk membangun karir yang stabil dan mapan.
  8. Kompromi Pribadi: Beberapa pekerja mungkin mengorbankan waktu pribadi dan keluarga demi pekerjaan. Lembur dan komitmen kerja yang tinggi kadang-kadang dapat memengaruhi keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi.
Read :  Hanayashiki : Taman Hiburan Tertua di Jepang
Shares: